Kedudukan Persetujuan Orang Tua Terhadap Perkawinan Dibawah Umur Dalam Rangkaperlindungan Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Authors

  • Aas Suhaeti Magister Ilmu Hukum, Universitas Islam Nusantara, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.30999/mjn.v10i1.1899

Keywords:

Kedudukan, Perkawinan Dibawah Umum, Perlindungan Anak

Abstract

Marriage is a sacred and very important thing in family life. In practice, marriage not only concerns the personal problems of the parties carrying out the marriage, but also involves family members and even community problems. Because marriage is the first step in forming a happy and prosperous small family in accordance with what has been mandated by the 1945 Constitution, where the State guarantees every Indonesian citizen the right to form a family, as stated in Article 28 B section (1) of the Law. the 1945 Constitution, which reads “everyone has the right to form a family and continue the lineage through a legal marriage”. One of the problems that arise as a result of modernization is the increasing number of divorces, both caused by economic factors, differences in views, leaving responsibilities, and divorce due to not being ready to build a household due to couples who marry underage. This study uses a normative legal approach (normative juridical), a method that uses secondary data sources, namely legislation, legal theories, and opinions of scholars, which are then analyzed and draw conclusions from the problems that will be used to test and assess the secondary data. With the results of this study, it is hoped that it will provide input to stakeholders so that underage marriages can be suppressed and the divorce rate will decrease. Underage marriages are either based on Law No. 1 of 1974 concerning marriage or the Compilation of Laws prohibiting underage marriages, but in Law No. 1 of 1974 concerning marriage marriages, there are exceptions, namely by obtaining dispensation from the local religious court while in In the compilation of Islamic law, there is no prohibition on marriage that mentions an age limit. The compilation of Islamic law only states that the age associated with marriage is required to have reached puberty. So it must strictly fulfill the provisions of Islamic law in accordance with the provisions of Article 2 section (1) of 1974 concerning marriage. The position of the parents is based on Law No. 1 of 1974 concerning marriage and Law No. 23 of 2002 concerning the protection of children, which is absolute and should not be rigid, meaning that in the context of the marriage of minors, if the parents are rigid, it is feared that it will have an unfavorable
impact on children, parents, and the environment. Parents have a very important role in the survival of children.

Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sakral dan sangat penting dalam kehidupan keluarga. Dalam praktek, perkawinan tidak hanya menyangkut masalah pribadi dari para pihak yang menjalankan perkawinan, akan tetapi hal ini juga menyangkut masalah keluarga, kerabat bahkan masyarakat. Karena perkawinan sebagai langkah awal dalam membentuk suatu keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera lahir batin sesuai yang telah diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 dimana Negara menjamin kepada tiap-tiap Warga Negara Indonesia untuk membentuk keluarga, sebagaimana Pasal 28 B ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Salah satu permasalahan yang muncul sebagai dampak dari modernisasi saat ini adalah meningkatnya angka perceraian baik yang disebabkan oleh faktor ekonomi, perbedaan pandangan, meninggalkan tanggungjawab, perceraian yang disebabkan karena belum siapnya membina rumah tangga karena bagi pasangan yang melakukan perkawinan di bawah umur. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif (Yuridis Normatif), metode yang menggunaka sumber-sumber data sekunder, yaitu peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat para sarjana, yang kemudian dianalisis serta menarik kesimpulan dari masalah yang akan digunakan untuk menguji dan mengkaji data skunder tersebut. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masuk kepada para pemangku kepentingan, sehingga perkawinan di bawah umur dapat ditekan, dan menurunnya angka perceraian. Perkawinan dibawah umur baik berdasarkan Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan atau Kompilasi Hukum melarang adanya perkawinan dibawah umur, namun di dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan perkawinan ada pengecualian yaitu dengan mendapatkan dispensasi dari pengadilan agama setempat sedangkan dalam kompilasi hukum islam tidak ada larangan kawin yang menyebutkan batasan umur, kompilasi hukum islam hanya menyebutkan bahwa usia yang dipautkan dalam perkawinan, dipersyaratkan yang telah mencapai baligh. Sehingga secara tegas harus memenuhi ketentuan hukum Islam yang sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) tahun 1974 tentang Perkawinan. Kedudukan orang tua baik berdasarkan Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan maupun Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak anak adalah mutlak dan tidak boleh bersifat kaku, artinya dalam kontek perkwinan anak di bawah umur apabila orang tua bersifat kaku dikhawatirkan akan membawa dampak kurang baik, baik terhadap anak, orang tua dan lingkungan. Orang tua memilik peranan yang sangat penting dalam kelangsungan hidup anak.

Published

29-04-2022

How to Cite

Suhaeti, A. (2022). Kedudukan Persetujuan Orang Tua Terhadap Perkawinan Dibawah Umur Dalam Rangkaperlindungan Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. JURNAL HUKUM MEDIA JUSTITIA NUSANTARA, 10(1), 1–15. https://doi.org/10.30999/mjn.v10i1.1899

Citation Check