Tinjauan Yuridis Penetapan Gerakan Separatis Organisasi Papua Merdeka Sebagai Teroris Dihubungkan Dengan Undang-Undang Teroris

Authors

  • Amirudin Ismail Magister Ilmu Hukum, Universitas Islam Nusantara, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.30999/mjn.v11i2.1925

Keywords:

OPM, Separatis, Kriminal, dan Teroris

Abstract

Papua became part of the territory of the Republic of Indonesia based on the
results of the West Irian People's Opinion held in July-August 1969 as the implementation
of the New York Agreement, which was held on August 15, 1962. However, de facto, the
Indonesian government has "ruled" Papua since May 1, 1963. PEPERA in 1969, which was
upheld by UN Resolution No. 2504 dated November 19, 1969, which confirmed the results
of PEPERA as the legal basis for the integration of Papua into the Republic of Indonesia.
The people of Papua are considered by the people as a nation that has been independent
since December 1, 1961, when the Morning Star was raised in Jayapura. The Free Papua
Movement (OPM) was founded on July 26, 1965 in Manokwari. OPM announced its second
proclamation on July 1, 1971, in Waris village (Jayapura district). The third proclamation
was when the West Melanesian flag was hoisted on December 14, 1988. The OPM
proclamation was read by Tom Wanggai at Mandala Station, Jayapura. At first, the OPM
was a separatist activity because it wanted to separate itself from the Republic of Indonesia
by establishing its own state. Because the OPM movement is a criminal activity, it is labelled
the Armed Criminal Group (KKB). In 2017, the OPM was renamed the Armed Separatist
Criminal Group (KKSB) by the Indonesian government, and finally, on April 29, 2021 the
group was assigned the status of a terrorist. The research problems are: first, how can the
activities of the Free Papua Organization, which are categorized as separatism, be called
criminal activities? And second, how can the activities of the Free Papua Organization,
which are categorized as criminalism, be referred to as terrorist activities? This research is
normative legal research using a statutory approach. Normative legal research uses
secondary data. Then the secondary data is categorized into primary legal materials,
secondary legal materials, and tertiary legal materials, and then analysed descriptively and
qualitatively. The results of this study are: first, the activities of the OPM, which can be
categorized as a separatist movement, are the objectives of the formation of the OPM,
namely; the independence of the regions of Papua and West Papua from the Unitary State
of Indonesia. And secondly, the criminal act of the Free Papua Organization, which qualifies
as a terrorist act, is what later became the basis for the Indonesian government's designating
the Free Papua Organization as a terrorist.

 

Papua telah menjadi bagian dari wilayah NKRI berdasarkan hasil Penentuan
Pendapat Rakyat Irian Barat yang diselenggarakan pada bulan Juli-Agustus 1969 sebagai
pelaksanaan dari Perjanjian New York yang diselenggarakan pada tanggal 15 Agustus 1962.
Tetapi secara de facto pemerintah Indoensia sudah “memerintah” Papua sejak tanggal 1 Mei
1963. PEPERA tahun 1969 yang dikuatkan oleh Resolution PBB No. 2504 tanggal 19
November 1969 yang menguatkan hasil PEPERA menjadi dasar hukum integrasi Papua
kedalam NKRI. Negara Papua dianggap masyarakatnya sebagai suatu bangsa yang sudah merdeka sejak tanggal 1 Desember 1961 pada saatnya sang Bintang Fajar dikibarkan di
Jayapura. Organisasi Papua Merdeka (OPM) didirikan pada tanggal 26 Juli 1965 di
Manokwari. OPM mengumumkan proklamasi yang kedua pada tanggal 1 Juli 1971 di desa
Waris (kabupaten Jayapura). Proklamasi yang ketiga adalah pada saat Bendera Melanesia
Barat itu dikibarkan pada tanggal 14 Desember 1988. Proklamasi OPM dibacakan oleh Tom
Wanggai di Stasiun Mandala, Jayapura. Pada awalnya OPM merupakan kegiatan separatis
karena ingin memisahkan diri dari NKRI dengan mendirikan negara sendiri. Karena gerakan
OPM merupakan kegiatan kriminal maka diberi label Kelompok Kriminal Bersenjata
(KKB). Pada tahun 2017 OPM dinamai Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB)
oleh pemerintah Indonesia dan akhirnya pada tanggal 29 April 2021 diberi status sebagai
teroris. Identifikasi masalah penelitian ini adalah; pertama, bagaimanakah kegiatan
Organisasi Papua Merdeka yang dikategorikan sebagai separatisme dapat disebut sebagai
kegiatan kriminal? Dan kedua, bagaimanakah kegiatan Organisasi Papua Merdeka yang
dikategorikan sebagai kriminalisme dapat disebut sebagai kegiatan terorisme? Penelitian ini
merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundangundangan. Penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder. Kemudian data
sekunder tersebut dikategorisasikan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Adapun hasil
penelitian ini adalah; pertama, kegiatan OPM yang dapat dikategorikan sebagai gerakan
separatis adalah tujuan dari pembentukan OPM yaitu; kemerdekaan wilayah Papua dan
Papua Barat lepas dari NKRI. Dan kedua, tindakan kriminal Organisasi Papua Merdeka yang
memenuhi syarat sebagai tindakan teroris itulah yang kemudian menjadi dasar bagi
pemerintah Indonesia untuk menetapkan Organisasi Papua Merdeka sebagai teroris.

Published

30-04-2022

How to Cite

Ismail, A. (2022). Tinjauan Yuridis Penetapan Gerakan Separatis Organisasi Papua Merdeka Sebagai Teroris Dihubungkan Dengan Undang-Undang Teroris. JURNAL HUKUM MEDIA JUSTITIA NUSANTARA, 11(2), 23–52. https://doi.org/10.30999/mjn.v11i2.1925

Citation Check