Kedudukan Mediasi Struktural Perceraian Pegawai Negeri Sipil (PNS) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Authors

  • Reza Krisnawan Magister Ilmu Hukum, Universitas Islam Nusantara, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.30999/mjn.v10i2.1911

Keywords:

Mediasi Struktural, Perceraian, Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Abstract

In Law Number 1 of 1974 Article 38 of marriage breaks up, one of which is
divorce. Divorce (divorce) is an event of official separation between husband and wife and
they are determined not to carry out their duties and obligations as husband and wife. Civil
Servants (PNS) who are members of the community face similar issues in their marriages.
There are many civil servants (PNS) who must end their domestic life through divorce.
Divorce for Civil Servants (PNS) is specifically regulated in Government Regulation
Number 10 of 1983 Jo Government Regulation Number 45 of 1990 concerning Amendment
of Government Regulation Number 10 of 1983 concerning Marriage Permit and Divorce for
Civil Servants. The application for a civil service divorce permit that occurs at the Regional
Office of the Ministry of Law and Human Rights in West Java continues to refer to
Government Regulation Number 45 of 1990 in conjunction with Government Regulation
Number 10 of 1983 and Circular of the Head of BAKN Number 48 of 1990, where each
application for divorce permit that enters must go through a mediation process carried out
by officials. This research is normative legal research using secondary data as its primary
legal material. The research approach used is the statutory approach. The results of this
study are: First, the application of the principle of equality before the law regarding divorce
arrangements (Law Number 1 of 1974 concerning Marriage) for Civil Servants and State
Officials does not apply fully because it relates to the enactment of the special principles of
the Lex Specialist Derogat Lex Generalis, namely the enactment of Government Regulation
Number 10 of 1983 in conjunction with Government Regulation Number 45 of 1990
concerning Marriage Permit and Divorce for Civil Servants. So it is compulsory for Civil
Servants and State Officials to obey and obey Government Regulation Number 10 of 1983
in conjunction with Government Regulation Number 45 of 1990 as a specific regulation
regarding divorce, in addition to Law Number 1 of 1974 concerning marriage as a general
regulation regarding divorce. Second, the mediation of divorce cases at the West Java
Regional Office of the Ministry of Law and Human Rights has not been effective. The
ineffectiveness of mediation is due to the fact that the mediator has not fully (maximally)
carried out mediation and still seems to only fulfil formalities, a standard measure of success
in mediating divorce cases that is difficult to achieve, and a lack of a peaceful response. For
mediation to be effective, improvements and changes involving the mediator, its rules, and
culture must be carried out and go hand in hand and support one another.

 

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 38 putusnya perkawinan salah satunya
adalah perceraian. Perceraian (divorce) merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi
antara pasangan suami-istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan
kewajiban sebagai suami-istri. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang merupakan bagian dari masyarakat, terkadang juga memiliki permasalahan yang sama dalam kehidupan berumah
tangganya. Tidak sedikit sebagian dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang harus mengakhiri
kehidupan rumah tangganya dengan jalan perceraian. Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil
(PNS) ini secara khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Jo
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan PP Nomor 10 Tahun 1983
tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil. Permohonan ijin
perceraian PNS yang terjadi di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Jawa Barat tetap berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 jo
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 dan Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 48
Tahun 1990, dimana setiap permohonan ijin perceraian yang masuk harus melalui proses
mediasi yang dilakukan oleh pejabat. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif
dengan menggunakan data sekunder sebagai bahan hukum primernya. Pendekatan penelitian
yang dipergunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini adalah:
Pertama, Pemberlakuan asas persamaan di hadapan hukum mengenai pengaturan perceraian
(Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) bagi Pegawai Negeri Sipil dan
Pejabat Negara tidak berlaku sepenuhnya karena berkaitan dengan berlakunya aturan khusus
azas Lex Spesialis Derogat Lex Generalis, yaitu berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan
Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Maka sudah sewajibnya Pegawai Negeri Sipil dan
Pejabat Negara patuh dan taat pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 sebagai peraturan khusus mengenai perceraian,
disamping Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai peraturan
mengenai perceraian secara umum. Kedua, Mediasi perkara perceraian pada Kanwil
Kementrian Hukum dan HAM Jawa Barat belum efektif. Belum efektifnya mediasi ini
disebabkan karena pelaksana mediasi belum sepenuhnya (secara maksimal) melakukan
mediasi dan masih terkesan hanya memenuhi formalitas, standar ukuran keberhasilan
mediasi perkara perceraian yang sulit dicapai, dan kurang diresponnya upaya damai. Agar
mediasi dapat efektif maka perbaikan dan perubahan yang meliputi pelaksana mediasi,
aturannya dan budayanya harus dilakukan dan berjalan seiring dan saling mendukung.

Published

29-04-2022

How to Cite

Krisnawan, R. (2022). Kedudukan Mediasi Struktural Perceraian Pegawai Negeri Sipil (PNS) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. JURNAL HUKUM MEDIA JUSTITIA NUSANTARA, 10(2), 85–104. https://doi.org/10.30999/mjn.v10i2.1911

Citation Check